Kisah Para Rasul 9:17
(sekedar satu perenungan)
“Karunia terbesar yang dapat Anda berikan kepada orang lain adalah karunia cinta dan penerimaan yang tak bersyarat”
(Brian Tracy)
Mari ikuti Kisah Para Rasul 9:1-19a. Saat dapatkan mandat itu dari Tuhan, tidak kah Ananias sekian cemas? Ia berkilah, “Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa banyak kejahatan yang telah dilakukannya terhadap orang-orang kudusMu di Yerusalem…” (Kis 9:13).
Kisah lama si Saulus itu memang mencemaskan. Baginya, darah dan kekerasan adalah kelumrahan. Sebagai turunan asli Yahudi, orang Tarsus, dari suku Benyamin, serta berpendidikan, Saulus punya tujuan lurus dan murni demi Israel. Iya, demi penegakan marwah Taurat dan tradisi Yahudi yang ketat.
Ayo baca juga yang ini, menarik; Renungan Harian Katolik; Iman Kita Terlalu Kerdil Dan Rapuh Bagi Benih Sabda Tuhan Yang Ditabur.
Sepertinya, bagi Saulus, “di luar Yahudi semuanya kafir. Dan karenanya halal darahnya di mata pedang.” Tertulis jelas, “...dengan hati berkobar-kobar Saulus mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan..” (Kis 9:1).
Cahaya yang memancar dari langit, rebahnya Saulus ke tanah, serta suara yang terdengar, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” adalah dinamika awal sebuah ‘jalan hidup baru’ yang mesti disusuri Saulus.
Ayo baca juga yang ini; Satu Permenugan Iman Katolik; Sssst, Apa Ada yang Memang Tak Suka Denganmu?
Namun, dengan tuntunan tangan siapa kah Saulus harus berjalan bersama? Dengan suara peneguhan dan harapan siapa kah Saulus mesti dibimbing? Saulus, yang ‘telah terjatuh dari kuda kekerasan, dan buta dalam memandang hidup’ kini mesti dituntun menuju Cahaya Hidup yang sesungguhnya. Dan Tuhan telah menunjuk Ananias itu.
Pertobatan Saulus menuju Paulus, kiranya tidaklah jadi satu kisah lurus dan tunggal. Yang hanya menyangkut jalan batin Saulus itu. Tidak! Sebab, Ananias pun mesti bertarung dalam rasa cemas penuh kepikiran untuk juga mesti berubah.
Ananias, kini, tidak boleh terpaku pada telinga yang mendengar kisah lama penuh suram tentang Saulus. Namun, ia kini harus dengan rendah hati mendengarkan suara Tuhan. Dan suara Tuhan itu, baginya, sepantasnya jadi awal baru dalam memandang dan menilai.
Di hidup ini, siapa pun kita tak pernah surut dalam satu pertarung batin. Antara apa yang kita dengar, apa yang kita rekam, dan terolah jadi satu sikap dan penilaian secara manusiawi dan kini mesti berhadapan dengan Yesus, Tuhan yang kita imani dalam kuasa KasihNya.
Kisah pertarungan batin Ananias bisa menjadi gambaran pergulatan batin siapapun. Menyembah Yesus sebagai ‘Sumber Kasih yang mengubah’ terkadang tak semudah seperti yang dikotbahkan sebagai animasi spiritual. Apakah kita bertahan dalam daraskan iman akan Kasih Tuhan, dengan sebuah cara pandang dan isi menilai ‘yang itu-itu saja dan lama?’
Sebab, kita bisa bertahan pada nyanyian iman ‘Yang lama, yang tidak diganti serta tidak diperbaharui...’ Satu tesis iman praktis individualistik yang sungguh tak menolong budi. Dalam memandang dunia dan sesama dalam kacamata dan sudut tilik yang baru.
Ananias mesti dibimbing Tuhan, agar ia pun miliki keberanian di hati dan di jiwa untuk ‘dekati manusia pedang kekerasan, si Saulus itu.’ Itulah yang jadi inspirasi dasar bagi kerapuhan jiwa, hati dan mental kita. Untuk dinutrisi dari kekuatan dan kebesaran daya kasih Tuhan sendiri.
Terlalu lemah kekuatan hati kita untuk mengubah cara pandang kita yang suram terhadap sesama. Sebab, kita mudah sekali untuk melekat pada isi tembang “Biarlah yang hitam menjadi hitam. Jangan harapkan jadi putih...” Sungguh, kita mesti merindukan kehadiran Roh Kudus dalam diri kita. Roh Kudus yang memperbaharui dunia luar dan dunia batin diri sendiri.
“Dan sanggup kah Anda untuk menuntun kembali saudaramu yang tak disukai, dibenci, yang menakutkan, yang telah bikin ‘makan hati,’ yang sudah cemar dan tak sedap nama baiknya, yang selalu bikin onar dan eror, yang punya litania panjang dari segala hal yang merugikan....?”
“Jalan, kebenaran dan hidup Tuhan” (cf Yoh 14:6) telah jalan-kebenaran-dan hidup Ananias. Dan, karena itulah, pada momentum penuh rahmat itu, Ananias disanggupkan untuk berseru dengan sapan penuh kasih:
“Saulus, Saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat kembali dan penuh dengan Roh Kudus” (Kis 9:17)
Anda orang baik, orang benar, orang saleh, orang yang hidup lurus dan tak cemar! Tinggal saja Anda mendengarkan kembali suara Tuhan yang berseru kepada Ananias itu. Dan Anda disanggupkan untuk mendekatkan diri pada sesama yang tak sedap hidupnya dan ‘tak sedang bae-bae saja,’ agar “sesama dapat melihat kembali dan penuh dengan Roh Kudus…”
Ayo baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; Jalan Hidup Kita Di Tangan Tuhan, Carilah Penuh Kesetiaan
Jika tidak demikian, kita hanya berputar-putar pada retorika dan narasi usang. Yang itu-itu saja. Yang jadi andalan cerita suram kita. Mari kita pergi “ke Jalan yang bernama Jalan Lurus” untuk berani menyapa saudara-saudari kita semuanya. Dengan sebuah hati nan tulus, ikhlas dan gembira. Sebab, kita semua adalah saudara-saudari dalam kelana hidup ini.
Tangan, mulut dan suara kita senantiasa dipakai Tuhan untuk menuntun dan meneguhkan saudara-saudari kita kembali ke jalan lurus. Semuanya dimeterai dalam kehangatan KASIH. Kita ditantang untuk bertarung demi hilangkan kata-kata dan sikap yang mencecar, mendepak dan mengasingkannya. Kiranya kata-kata Ananias tetaplah menjadi kata-kata kita kepada dunia dan sesama, “Engkau tetaplah saudara dan saudariku....”
Sebab, ketika kita ingin mengambil jarak jauh dan tegas dengan sesama-sesama yang tak elok, justru Tuhan memaksa kita untuk kembali dalam kasih kepada sesama-sesama kita itu.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Sebab, ketika kita ingin mengambil jarak jauh dan tegas dengan sesama-sesama yang tak elok, justru Tuhan memaksa kita untuk kembali dalam kasih kepada sesama-sesama kita itu.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Ayo baca juga yang ini;
https://www.indonesiana.id/read/170560/layanan-pastoral-ekologi-integral-diimplementasi-di-paroki-ekaristi-kudus-ka-redong-tahun-2024
Mari kita renungkan kata-kata St. Arnoldus Janssen (perayaan 15 Januari):
-Pendiri SVD : 1875
-Pendiri SSpS : 1889
-Pendiri SSpS-Ap: 1896
- "Tabahkanlah hatimu dengan gembira, jangan merasa cemas bila salib-salibmu sering-sering terlalu kasar, terlalu berat dan tajam pada sisi-sisinya. Semuanya akan berakhir, tapi ganjaran yang abadi tak kan ada kesudahannya."
- "Teguhkanlah hatimu dan percayalah kepada Allah. Sesudah hari-hari gelap akan menyusul hari-hari cerah. Anggaplah semuanya ini sebagai hal yang pasti."
- Sebagaimana seorang pengemis tidak dapat menyombongkan diri, kalau ia menerima pemberian-pemberian yang besar, demikian pula kita tidak boleh bersikap angkuh atas anugerah-anugerah Allah."
- "Berbahagialah orang yang tidak takut untuk hidup dalam ribuan pengorbanan dan kekurangan demi memperoleh banyak orang bagi Kristus."
- "Semakin banyak kita menghormati ROH KUDUS, kita semakin layak untuk menerima karunia-karuniaNYA."
St. ARNOLDUS JANSSEN,
DOAKANLAH KAMI
AMIN
Baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; MEMANG Itulah Kenyataan Hidup Yang Mesti Dihadapi
Baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; Bahaya Perangai Kasar, Nalar Semestinya Sehat
Baca juga di sini, Kisah Tentang Kita ;
Adalah Koperasi Simpan Pinjam Inklusi di Manggarai, 25 orang Penyandang Disabilitas telah menjadi Anggota KSP Credit Union Florette: Menyediakan Pinjaman Berbunga Rendah, melakukan Upaya Pemberdayaan Sosial Ekonomi (bisnis) dan mengajarkan Literasi/Melek Keuangan. Kerja sama dengan Yayasan Ayo Indonesia (Rumah Belajar) |
Ayo Merawat Bumi, Rumah Kita Bersama Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong |
0 Komentar