Header Ads Widget

Lejong (bertamu) Sebagai Suatu Kesempatan Untuk Belajar


Lejong (bertamu) sebagai cara menciptakan perubahan cara berpikir: Desa Gara, Kecamatan Satar Mese




Modesta Aswinda, Mahasiswi Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Katolik Santu Paulus Ruteng, sejak 10 Juni hingga 30 Juni 2023 melakukan suatu penelitian untuk skripsinya dengan judul Efektivitas Metode Lejong Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Usaha Tani Hortikultura Petani Binaan LSM Ayo Indonesia di Desa Rai, Kabupaten Manggarai.



Menurut Esta, Lejong atau bertamu ala Manggarai ini adalah salah satu kearifan lokal dalam berelasi tentunya sudah begitu melekat bagi masyarakat Manggarai, khususnya di perdesaan. Lejong sudah bukan budaya atau kata yang baru meski maknanya punya banyak versi. Yayasan Ayo Indonesia sudah sedang mencoba menerapkan lejong sebagai suatu pendekatan dalam upaya pemberdayaan sosial ekonomi petani di desa-desa sasaran programnya. Lejong sebagai satu pendekatan mengubah cara berpikir dan juga memotivasi sangat menarik untuk diteliti guna mengetahui pengaruhnya terhadap perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani agar terus menerus menjaga konsistensi dalam menjalankan usaha hortikultura (agribisnis). Ternyata lejong ala Yayasan Ayo Indonesia tidak hanya sekedar bertamu tetapi lebih kepada diskusi. Pernyataan ini disampaikan pada diskusi informal membahas hasil penelitian lapangannya dengan beberapa staf Yayasan Ayo Indonesia, Senin (3/7/2023), bertempat di Ruang Belajar dari Kantor Yayasan Ayo Indonesia.


Pada tahun 2021, jelas Esta, kepada peserta diskusi, dia dengan 5 temannya dari Universitas Katolik Santu Paulus Ruteng melaksanakan program Magang di Yayasan Ayo Indonesia. “Kami turun ke kelompok-kelompok tani dampingan lembaga ini, berdikusi dengan mereka, belajar literasi keuangan, dan berkunjungan ke kebun sayur-sayuran. Para Petani terlihat sangat antusias dan percaya diri menjalankan usaha sayur-sayuran sebagai salah satu sumber pendapatan mereka. Ternyata pencapaian ini, ujarnya, merupakan buah dari pendekatan lejong yang telah lama diterapkan oleh staf lapangan dari Yayasan Ayo Indonesia dalam pendampingan petani sayur-sayuran. Berangkat dari pengalaman lapangan ini, lanjut Esta, mendorongnya melakukan suatu penilitian untuk skripsinya.



Pada diskusi tersebut, Esta menyampaikan bahwa meski data belum selesai dianalisis, namun bisa dikatakan lejong telah memberi pengaruh yang baik terhadap peningkatan pengetahuan/keterampilan dari para petani terkait usaha sayur-sayuran untuk ekonomi, mereka telah menerapkan pemasaran dengan sistem jaringan sehingga pola tanam mereka berorientasi pada kebutuhan pasar dan konsistensi produksi terjaga. “Sehingga ke depan, pendekatan lejong harus diterapkan kepada semua kelompok tani untuk meningkatkan motivasi dalam berusaha tani, kemandirian atau mengurangi ketergantungan mereka pada bantuan pihak pemerintah dalam proses produksi,” saran Esta asal kampung Waso ini.






Esta Sedang Mempresentasikan Hasil Penelitianya kepada Staf Ayo Indonesia di Ruang Belajar dari Yayasan Ayo Indonesia, Senin (3/7/2023)


Sudut pandang Yayasan Ayo Indonesia tentang Lejong sebagai pendekatan


Yayasan Ayo Indonesia, Jelas Richardus Roden Urut, Manager Program, memandang lejong tidak hanya dimaknai sebagai perjumpaan saja, antara dua orang atau lebih petani tetapi lejong sebagai wadah berkumpul milik petani untuk berpikir bagaimana melalui pertanian mereka bisa hidup berkecukupan, maka yang dilakukan selama lejong, adalah bersama para petani mengidentifikasi persoalan-persoalan (internal dan eksternal), melihat kekuatan kekuatan, kelemahan, ancaman, peluang, dan kemudian merumuskan aksi atau kegiatan untuk mewujudkan tujuan. Setelah itu, dalam melaksanakan tugas pendampingan, staf lapangan melakukan lejong ke kebun-kebun petani secara rutin untuk memantau aksi tindak lanjut, mengajak mereka berkunjung ke calon-calon pembeli sayur-sayuran di pasar (cancar/ruteng) dan juga lejong melalui Handphone mengirim infomasi tentang calon pembeli ( pasar) yang berpotensi menjadi pembeli di Labuan Bajo dan Borong.



Salah satu hal yang diselisik lebih mendalam ketika berproses lejong itu, ungkap Richard, adalah berkaitan dengan literasi keuangan, caranya yaitu membandingkan antara pemasukan dan pengeluaran rutin selama setahun serta berapa banyak uang dari hasil penjualan sayur-sayuran disimpan (saving) baik untuk kebutuhan darurat, asuransi maupun guna meningkatkan aset (produktif). “Umumnya dari hasil analisis berkaitan dengan literasi keuangan tersebut, keluarga-keluarga petani mengalami defisit keuangan, hal ini telah berlangsung lama sehingga mereka menjadi keluarga yang rentan untuk terjebak pada lembaga atau perorangan yang memberi atau melayani jasa pinjaman uang dengan bunga yang cukup tinggi,”tuturnya .



Mereka tidak memiliki anggaran pendapatan dan belanjar tahunan keluarga (APBK) yang menjadi instrumen atau pedoman untuk mengevaluasi guna mengukur apakah keluarga-keluarga sudah aman secarafinansial, apakah tanah mereka telah menjadi aset, apakah usaha tani merekamengacu kepada APBK, apakah mereka telah menjadi anggota Koperasi Kredit atau nasabah bank, lalu pertanyaan reflekti yang harus dijawab peserta lejong adalan kelurgamu memangnya mau dibawa kemana, ini berkaitan dengan governasi (tatakelola) dan visi dari Rumah Tangga keluarga. Mereka harus punya visi supaya dalam menjalan usaha taninya didasari pasion yang kuat.





 

Posting Komentar

0 Komentar