Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik: KATANYA, benih kebahagiaan itu sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri

Rabu, 07 Desember 2022

(Pekan II Adventus, St Ambrosius, St Charles Garnier, St Sabinus)




Bacaan I Yesaya 40:25-31

Mazmur Tanggapan Mzm 103:1-2.3-4.8.10

Injil Matius 11:28-30




"Tidak ada yang menyembuhkan diri sendiri dengan melukai orang lain"

(St Ambrosius)




SIAPA yang tak ingin akan 'alam kebahagiaan?' Siapa pun bertarung untuk menggapainya. Keadaan itu, katanya, dirasakan saat impian dan kenyataan terhubung. Ketika cita-cita tiba pada kesampaiannya.




KATANYA, benih kebahagiaan itu sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri. Tetapi agar bertumbuh jadi 'pohon kebahagiaan,' ia mesti disemaikan dalam ladang kehidupan dan dalam hati sesama.


MAKA, kita akan rasakan kebahagiaan itu dengan 'melihat orang lain ceriah.' Bahwa orang lain dapat tersenyum. Penuh harapan dalam hidup. Tak mudah putus asa dalam aneka tantangan.




MAKA kebahagiaan sesama adalah cermin yang pantulkan sukacita dan harapan bagi kita pula! Andaikan kita ingin mencari kebahagiaan itu hanya dalam diri sendiri, dan demi sendiri, maka perangkap 'ingat diri' telah disiapkan untuk menjerat.




MAKA kebahagiaan orang lain, hanya ditatap dalam arus iri hati 'yang tidak ada model punya.' Kita benar-benar gagal menatap keberhasilan sesama. Dan TIDAK mampu untuk 'bergembira bersama.' Sebab iri hati, curiga serta gelombang rasa penuh ketidaksukaan selalu datang mendera.

INI semua, sebenarnya, adalah tanda hati kita yang masih tetap terluka dan tak nyaman. Kita jadinya panik. Sebab, itu tadi, kita merasa orang lain tak berhak untuk mengalami sukacita itu.




BAGAIMANA PUN, hati kita yang terluka haruslah disembuhkan. Kita menyembuhkannya dengan mengubah cara pandang baru. Dengan memberi hati kita dengan ikhlas. Setidaknya, untuk mampu bergembira bersama yang gembira. Kita berjuang agar tidak masuk dalam jeratan 'kecemburuan sosial.'




KITA bisa saja keliru dengan yakini bahwa "kebahagiaan itu milikku semata. Orang lain telah merebutnya. Dan aku harus merampasnya kembali." Maka, di situ, kekerasan sering tak terhindarkan.

KATANYA, ada kepuasan bila telah menyakiti orang lain. Kita hidup dengan tesis, 'Pokoknya sudah legah, telah habisi dia, mereka, orang di sana, kelompok mereka.'

Sebab, ada keyakinan: Aku dan kami pasti sembuh, sehat, puas, tersenyum, nyaman, serta penuh sukacita sebab telah melukai orang lain. Iya, semua yang bukan 'aku dan kami.'




TETAPI, murid-murid Tuhan, sepantasnya bertarung sebaliknya. Kita tetap sembuh dan berbahagia dalam Kasih kebahagiaan dan kebaikan. Dan semuanya terungkap penuh ketulusan.




MAKA, mari ikuti jalan hidup St Ambrosius, Guru St Agustinus itu:
"Tidak ada yang menyembuhkan diri sendiri dengan melukai orang lain." Pedang, kekerasan, kata-kata yang tajam menyudutkan, hanyalah bukti nyata bahwa kita sebenarnya masih menjadi pasien yang 'belum sembuh-sembuh juga.' Dan kita pasti tidak mau jadi pasien seperti itu hingga akhir hayat.


Verbo Dei Amorem Spiranti
St Ambrosius, doakanlah kami.
Maranathan
Tuhan memberkati
Amin
>

Posting Komentar

0 Komentar