Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik; Sebab ada yang nyata-nyata 'lain di bibir, lain di hati dan lain pula geliatnya.'

Senin, 24 Oktober 2022 (Pekan Biasa XXX, St Anthonius Maria Claret, Beata Maria Tuci)
Bacaan I Efesus 4:32 - 5:58)
Mazmur Tanggapan Mzm 1:1-2.3.4.6
Injil Lukas 13:10-17


"Hendaklah kalian ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih sayang dan saling mengampuni.." Ef 4:32
(Estote autem invicem benigni, misericordes...)



KITA memang mesti belajar serius untuk 'jadi ramah.' Ini berkenaan dengan alam hati sebagai lingkungan paling mendasar keramahan itu dialami.


KERAMAHAN itu sederhananya adalah alam indah yang dijangkau oleh satu kebersamaan hati. Alam sejuk segar hati itu jadi tanggungjawab setiap kita. Sebab itu, setiap kita terpanggil untuk membangun alam hati sendiri penuh keramahan.


Baca juga yang ini; Renungan Harian KATOLIK; Hendaklah engkau tidak menaruh benci kepada sesamamu


MAKA, mari kita usahakan yang konkrit. Katanya, keramahan itu hanya butuh sikap dan segala gesture yang menarik dan terutama yang membebaskan sesama. Jauh dari banyak tekanan, curiga, pengadilan dan penghakiman!


LEBIH dari itu nuansa keramahan itu dapat tertangkap dalam kata-kata. Belum terhitung lagi dengan bagaimana harus 'pilih kata dan cara bicara.' Yakinlah! Tidak tertib dalam isi, cara, dan bagaimana harus berkata-kata tentu bisa rusakan alam keramahan.


TETAPI, ada hal lain yang bikin keramahan jadi palsu. Di situ keramahan tak ubah bagai modus jebakan untuk menjerat dan mengakali. Sebab ada yang nyata-nyata 'lain di bibir, lain di hati dan lain pula geliatnya.' Manis terukir senyum di bibir, belakang penuh sumpah serapah dan trik mematikan.



UKURLAH saja kualitas keramahan diri kita sendiri dengan cara paling sederhana. Itulah makna dan daya kehadiran kita di antara sesama. Sebab, setiap kita pasti tahu apakah orang lain atau sesama itu pada nyaman hati? Atau rasa tersudut, 'mati langkah dan mati kutu' oleh kehadiran kita? Jika memang tak nyaman?


IYA, itu tadi, karena kita merampok ketenangan, spontanitas dan kepolosan hati sesama. Kita telah panahkan kata-kata beracun dan tunjukan arogansi sikap yang tidak pada tempatnya. Kita telah merampok dan menghancurkan 'segala apa adanya sesama' dengan superioritas kita yang 'memang tidak ramah itu.'

MAKA, sederhananya, kata si bijak, "Keramahan telah jadi aura dan karakter diri, saat sesama merasa tak canggung untuk masuk dalam irama kehidupan keluarga dan komunitas kita." Sesama itu selalu merasa punya tempat dalam hati setiap anggota rumah dan keluarga.


DAN, dalam alam keramahan, selalu ada keterbukaan hati untuk jadi rekan seperjalanan dalam saling berbagi kisah tentang hidup. Tentu dengan "kasih sayang dan saling mengampuni" seperti yang diberitakan Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus.



Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati.Amin

Posting Komentar

0 Komentar