Header Ads Widget

Pojok KITAB SUCI; Mana Mungkin Kau Mendua Hati?

Mana Mungkin Kau Mendua Hati?

-Bacalah Injil Lukas 16:1-13-


“Aku bukannya setia hanya pada mentari pagi dan membenci rembulan malam. Tetapi, aku hanya berjuang untuk setia pada cahaya dari keduanya….”
(Anonim)

P. Kons Beo, SVD


Dipanggil untuk setia


Komitmen. Tanggungjawab. Setia. Tegas dalam sikap. Berbakti. Loyal. Ini deretan kata-kata kunci yang mengungkapkan satu nada dasar, yakni kelurusan dalam sikap. Dunia sungguh dapat berkembang karena adanya komitmen atau tanggung jawab dari sekian banyak orang. Orang-orang seperti ini sungguh setia dalam menjalankan tugasnya. Mereka dapat merancangkannya dengan baik dan terukur. Mereka melaksanakannya dengan penuh ketekunan. Dan ada apa yang disebut evaluasi atas kinerja. Ini terutama menyangkut pula dengan satu pertanyaan mendasar: Sejauh mana kualitas mental kerja di baliknya?

Baca juga yang ini; Renungan HARIAN KATOLIK: HIDUP adalah jalan panjang penuh peluang


Pengabdian dan tantangan orientasi

Dan kualitas mental kerja itu, sejatinya, dimeterai oleh satu unsur kunci, yakni: orientasi! Hal inilah yang menjadi jawaban atas pertanyaan: Apa yang ingin dikejar, diraih, dicapai, dicita-citakan di balik pekerjaan, tugas dan segala kesibukan?

Orientasi yang tulus, lurus, jujur serta seharusnya tentu menciptakan alam sukacita pribadi, berdampak positif pada umum (bonum commune) serta mengisyarakat nilai pengorbanan tanpa pamrih! Di sinilah segala jalur perjalanan hidup ditapaki dalam semangat pelayanan.

Tetapi, semudah itukah mencapai titik tertinggi pada tatatan kesetiaan dalam komitmen dan orientasi? Kiranya alarm Yesus, Tuhan dan Guru, yang diarahkan kepada para murid menjadi peringatan serius bagi kita sekalian.

Baca juga yang ini;Pojok KITAB SUCI; Selera ‘Bikin Diri Sendiri Penting’ Sungguh Merepotkan

Mari kita merenungkannya secara ‘apa adanya.’

Pertama, ‘Kesetiaan.’ “Setiap kita dapat satu peranan yang harus kita mainkan.” Maka, mainkan peran itu. Dengan penuh kesetiaan. Tentu dengan penuh semangat, penuh pengorbanan, dan tak lupa dengan hati dan wajah bersinar ceriah.

Di kesempatan lain, Yesus lukiskan marwah kesetiaan seorang hamba, “yang melakukan tugas yang dipercayakan tuannya kepadanya” (cf Luk 17:10). Itu berarti hamba itu tahu benar apa yang tuannya perintahkan, ia memahaminya dan lalu melaksanakan. Dibalutnya kepelayanannya itu dalam kesetiaan.

Tetapi, tentu ada apa yang kita sebut saja sebagai ‘inflasi semangat melayani.’ Orang ‘lupa atau pura-pura lupa akan bidang yang harus ia layani, di mana tanggungjawabnya mesti menyata.’ Namun, ia sekian bersemangat dan bergelora di luar ‘lintasan wajibnya.’
Kita bisa terperangkap dalam lukisan “menuai di tempat di mana kita (seharusnya) tidak menabur.” Entahkah bahwa tempat ‘lain itu’ lebih subur, lebih menjanjikan, tanah pengharapan hati, tempat di mana popularitas kita makin menanjak, sungguh nyaman, serta jadi jaminan bagi ego-pribadi?

Ini bukan soal ‘perkara kecil atau perkara besar.’ Tetapi, Yesus ingatkan para murid akan nuansa hati penuh kesetiaan. Tentu, kita tidak tiba-tiba saja diberi kepercayaan besar. Siapapun mesti belajar untuk memperlihatkan komitmennya dari hal-hal yang kecil, biasa dan sederhana.

Baca juga yang ini;Pojok KITAB SUCI; Selera ‘Bikin Diri Sendiri Penting’ Sungguh Merepotkan

Dari hal yang kecil dan sederhana, dalam ketekunan dan kesetiaan, akan terarah pada kesempatan untuk melakukan hal-hal yang lebih besar. Sekian banyak mimpi, rencana, gagasan, cita-cita serta segala ambisi besar menjadi terserak begitu saja, sebab untuk ‘hal sedemikian kecil saja’ tak ada tanda-tanda nyata.

Bukankah ziarah iman Gereja itu ‘menjadi kuat’ dan hal itu berawal dari yang kecil, sederhana, rapuh dan lemah, apa adanya, penuh kesulitan dan tantangan, tetapi dalam harapan dan iman akan Yesus, ia menjadi tanda nyata pengharapan bagi sesama dan dunia?
Kedua, ‘Pilihan yang pasti.’ Dunia adalah tempat di mana sekian banyak tawaran diperkenalkan. Terhadap berbagai tawaran, sikap hati yang dituntut adalah ‘kesanggupan menentukan pilihan.’ Setiap kita bebas memilih. Namun, apakah pilihan kita itu ‘memerdekakan diri sendiri dan juga membebaskan sesama?’
Pilihan bebas terhadap yang satu tegaskan secara telak ketidakbebasan pada yang lain. Kata-kata Yesus sangatlah tegas:

“Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain…” (Luk 16:13).

Sebab itu, pilihan untuk menjadi murid Yesus, menjadi orang yang sungguh percaya kepadaNya sungguh amat menantang! Pribadi Yesus, ajaranNya, sikap dan perbuatanNya serta seluruh cara hidupNya adalah kepastian yang menuntut kesetiaan. Tentu ini adalah sesuatu yang tidak mudah.
Kita bisa saja mudah terjebak oleh perkara mamon dan kuat kuasa kerajaannya. Hati nurani yang bersih, suci nan bening sering berhadapan dengan silaunya mamon dan segala ekor-ekornya. Tidak kah hati ini bisa berubah dari bentuk dan isi hati Injili menuju bentuk dan isi pundi-pundi yang tak pernah tiba pada titik kepuasannya?

Orientasi mamon dan kerajaannya sungguh menjadi tantangan yang serius dalam menghayati hidup sebagai murid-murid Yesus. Luka-luka ketidakadilan, kekerasan, berbagai tindakan intimidatif, serta perjuangan demi kepentingan sepihak berawal dari perkara mamon yang tidak jujur.
Ketiga, “Mari pulang kepada apa adanya…” Pada titiknya, mari kita kembali pulang pada diri sendiri yang seharusnya. Artinya, bertarunglah dalam hidup dengan segala karunia, bakat atau talenta yang Tuhan berikan. Kita tentu mesti menerima apa yang telah kita lakukan.

Bukankah seorang pekerja, hamba, patut mendapat upahnya (cf Luk 10:7)? Tidak kah seorang pekerja sewajarnya makan dari apa yang ia usahakan dan bahwa yang tak bekerja mesti tahan diri dalam makan (cf 2Tes 3:10)?
Tetapi di atas segalanya, Tuhan mengajarkan dan menuntun kita dalam kesetiaan untuk sungguh percaya kepadaNya. Tanda kesetiaan itu diungkapkan dalam pengabdian, tanggungjawab, serta sikap melayani tanpa pamrih hanya demi diri sendiri.

Baca juga yang ini; Pembekalan tentang Tema Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) tahun 2022 Bagi Pemandu Katekese 

Akhirnya..

Dunia ini, kapan dan di mana saja serta dalam cara apa saja, akan tetap menguji kita: apakah kita memang sungguh setia di dalam iman kita pada Tuhan? Atau kah kita memang mudah untuk mendua hati demi lebih setia pada perkara Mamon dan hanya mulai melihat Tuhan hanya sepintas lintas?

Kita mesti tertegun serius untuk sikapi kata-kata Yesus:

“Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”(Luk 16:13)

Bersyukurlah Anda sekalian yang telah menjadi contoh dan teladan yang baik dalam kelurusan sikap hati dan hidup beriman. Yang telah memberi pelajaran berarti untuk tetap setia pada perkara-perkara Tuhan.

Verbo Dei Amorem Spiranti
Selamat Hari Minggu,
Tuhan memberkati.
Amin

Posting Komentar

0 Komentar