Header Ads Widget

Pojok KITAB SUCI ; Adakah Yang Hilang dari Hatimu? Carilah dan Temukanlah Kembali!

Adakah Yang Hilang dari Hatimu? Carilah dan Temukanlah Kembali! -bacalah Injil Lukas 15:1-10-

“Jika memang engkau tak mampu mencari dan menemukan aku yang hilang, bisa kah engkau cukup menghadirkanku dalam doa-doa dan harapanmu yang tulus?”
(Anonim)


P. Kons Beo, SVD

Baca juga yang ini; Benang Kusut Yang Belum Terurai?

Semuanya berawal dari sungut-sungut. Kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat memprotes Yesus. Garis batas jelas dan tegas antara ‘kaum berdosa dan orang-orang benar’ tak dihargai. Dan bahkan itu dihapus oleh Yesus. Beginilah comel-comel kaum agamawan dan cerdik pandai:

“Ia menerima orang berdosa, dan makan bersama-sama dengan mereka” (Luk 15:2)

Semula, kaum elit ini berikhtiar “datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.” Keinginan hati mulia ini terhalang berat oleh satu 2sikap dan tindakan makar dari Yesus. Yesus terima orang-orang berdosa. Ia malah makan bersama dengan mereka.


Skandal sosial dan batu sandungan hidup keagamaan telah diperlihatkan Yesus. Dapat dibayangkan sederhana: keinginan kaum Farisi dan Para Ahli Taurat untuk mendengarkan Dia menjadi pudar bahkan bisa berakhir padam. Sebab Yesus telah ‘terlibat dalam makan bersama-sama dengan kaum berdosa.’

“Makan bersama” ala Yesus dan orang-orang berdosa itu begitu istimewa. Di baliknya, terungkap suasana penuh sukacita. Tentu teralami pula rasa hati penuh kedekatan, kekeluargaan, kekariban serta dipenuhi alam kasih persaudaraan.

Baca juga yang ini : Satu Permenungan: Berani Memeluk Diri Yang Tak Indah

Apa yang dapat ditangkap dari pelukisan Yesus tentang Kasih Allah yang ‘sungguh memenangkan manusia dalam situasi penuh sulit dan sungguh tak dapat dipahami secara biasa?’

Pertama, ‘Kasih itu selalu membuat hati tak nyaman.’ Ada apa yang disebut saja sebagai ‘kegelisahan yang sehat.’ Terasa bahwa ‘ada yang hilang, ada yang merasa tersingkir, yang merasa dipojokkan dan dijauhkan.’ Itulah kelompok kaum buangan! Situasi seperti ini memaksa kita untuk keluar dari zona kita untuk pergi mencari…

Rasa hati penuh perhatian itu sedemikian kuat. Jumlah ‘seratus ekor domba yang sekian banyak itu’ tidak menghapus konsentrasi sang pemilik (gembala) bahwa ‘kenyataannya, sungguh, ada seekor yang hilang.’ Ini adalah ungkapan dari rasa dan sikap penuh perhatian. “Biar banyak, tapi ini tak berarti bahwa jika ada satu yang hilang (mulai hilang-hilang) ini pasti tak terasa dan luput dari perhatian.”


Andaikan si pemilik (gembala) domba tak sadar bahwa ada seekor domba yang hilang, maka ia sesungguhnya adalah gembala yang terhipnotis dan terbuai oleh besarnya jumlah. Maka, ia sebenarnya adalah pemilik domba (gembala) yang ‘hilang perhatian dan kasih sayang akan dombanya.

Bukankah kita miliki hati yang gelisah untuk mencari yang hilang? Itulah yang menjadi karakter dasar pastoral Yesus, yakni “Mencari dan menemukan yang hilang.” Betapa mulialah orang yang miliki hati belaskasih yang berjuang untuk menemukan kembali orang-orang yang malang dan tak beruntung dari penghakiman sosial.

Yesus, ternyata, tidak hanya miliki hati untuk ‘mencari dan terus mencari yang hilang.’ Injil mencatat kisah-kisah di mana Ia sendiri sungguh jadi Pribadi yang dicari dan dirindui oleh sekian banyak orang ‘yang letih lesu dan berbeban berat.’ Yesus adalah pribadi yang mencari serentak dicari oleh orang-orang yang terkucil dan terbuang.

Kita bisa saja aktif untuk ‘mencari dan terus mencari’ dengan rupa-rupa pendekatan. Sayangnya, ‘yang hilang jadi lebih menjauh dan malah lebih menghilang lagi.’ Persoalannya? Ada ketidaknyamaan hati dari ‘yang hilang itu.’

Kita bisa saja terlalu sombong, hanya cenderung untuk menghakimi, tak trampil dalam bersuara dan berkata-kata. Intinya, bahwa segala ‘bawa diri kita memang tak cantik hati, yang hanya bikin orang sungguh merasa tak nyaman.’


“Kumpulan orang berdosa pasti tak datang, atau mereka pasti akan tertunduk, jika memang hadirlah orang (orang) yang bicaranya hanya sebatas pada tema: hitam-putih, kambing-domba, ilalang-gandum, dosa-saleh, kafir-beriman, laknat-sopan dan seterusnya. Itulah kumpulan orang yang cenderung berdoa dan beguman dalam hati, “Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, sebab aku tidak sama seperti semua orang lain…..” (Luk 18:9-14).

Kedua, ‘Cerdas dan Bijak Dalam Mencari…’ Semula berawal dari ‘hati nan gelisah.’ Itulah ungkapan hati penuh keprihatinan mendalam. Semuanya akan menjadi lengkap oleh satu dua tindakan penuh bijak dan cerdas. “Yang hilang itu ada dalam situasi gelap gulita.” Lalu apa yang mesti disikapi? Mari kita ikuti lukisan Yesus, dalam perumpamaan:

“Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, lalu kehilangan satu di antaranya, tidak menyalahkan pelita dan menyapu rumah serta mencari dengan cermat sampai ia menemukannya?” (Luk 15:8)

Tak bisa hanya menggerutu karena suasana kegelapan. Tak boleh hanya bercerita tentang ‘betapa gelapnya hidup orang lain.’ Tak senonoh lah jika sebatas berkomentar buruk tentang betapa nistanya perilaku orang lain, sementara sedikit pun tak pernah kita ‘nyalakan pelita untuk membuatnya keluar dari kegelapan.’

“Nyalakan pelita, sapu rumah serta mencari dengan cermat” adalah tindakan-tindakan penuh pengharapan demi mendapatkan kembali yang hilang. Hal ini tentu menuntut kesabaran, ketenangan, ketelitian, serta yang paling utama adalah kerendahan hati untuk melakukan segalanya.
Tak mungkin orang sombong sungguh bersedia untuk ‘nyalakan pelita, dan lalu penuh sabar dan rendah hati untuk mencari dan terus mencari yang hilang.’ Ia mungkin lebih menciptakan suasana ‘lebih gelap dan mencekam.’

Ketiga, ‘Menemukan Kembali Jadi Tanda Sukacita Bersama.’ Yesus, Gembala Yang Baik, Yang punya hati mulia, telah mencari untuk menjumpai sekian banyak ‘yang hilang.’ Yesus tentu bergembira sebab ‘yang hilang telah ditemukan kembali.’

Yang menjadi persoalan: tetap saja ada sekelompok yang merasa ‘sulit bergembira bersama denganNya.’ Inilah kelompok yang tetap memberlakukan stigma gelap tetaplah gelap; kaum pendosa tetaplah sebagai kaum pendosa.

Jangankan sebatas tak sanggup bersukacita bersama Yesus, kelompok ini malah jadi kelompok pembenciNya. Memangnya terasa amat sulit kah untuk bergembira, jika memang ada ‘yang berubah dalam hidup dan ditemukan kembali?’

Dalam perumpamaan Anak Yang Hilang (Luk Luk 15:11-32), si anak sulung sungguh merasa sulit bergembira bersama ayahnya dan seisi rumah. Sebab baginya, bagaimana mungkin harus bergembira dalam menyambut ‘orang hilang yang sudah berfoyah-foyah dalam rupa-rupa kenikmatan duniawi?’

Kisah-kisah nyata keseharian tentu menguji hati dan terutama iman kita dalam Yesus. Hidup yang nyata itu sungguh menantang kita dalam tindakan berbelaskasih, yang menuntut kerendahan hati dan pengorbanan. Terutama dalam mencari dan menemukan siapapun sesama.

Akhirnya…


Mari kita tetap merawat suasana hati kita. Agar jadi modal yang tangguh untuk ‘saling mencari dan menemukan diri kita sendiri yang hilang.’ Penuh kesabaran, kesetiaan, pengorbanan dan kerendahan hati. Dunia akan menjadi ceriah jika kita sungguh sudah saling menemukan!

Bagaimanapun, kisah penemuan dan perjumpaan kembali mesti jadi satu ajang sukacita bersama sebagai Gereja, sebagai murid-murid Yesus, sebagai keluarga, sebagai warga dalam kehidupan bersama pada umumnya.

Tetapi, jika memang sulit untuk berjumpa, maka bertarunglah kita untuk ‘saling menemukan di dalam doa-doa yang tulus dan harapan yang ikhlas.’
Bukankah demikian?

Verbo Dei Amorem Spiranti

Selamat hari Minggu
Tuhan memberkati. Amin
Collegio San Pietro, Roma

Posting Komentar

0 Komentar