Header Ads Widget

Renungan Harian KATOLIK ; IBLIS pun bergemuruh dalam gelegar suara memperalat Tuhan

Selasa, 05 Juli 2022

Menakutkan. Bukan! Katakan saja ia sebenarnya adalah roh manipulatif. Yang bikin tak berdaya segala yang 'tegar dan gagah perkasa.' Semuanya jadi sunyi senyap. Kehilangan daya dan percaya diri dalam mengusung nilai.


(Pekan Biasa XIV, St Antonius Maria Zaccaria)

Bacaan I Hosea 8:4-7.11-13

Mazmur Tanggapan Mzm 115:3-4.5-6.7ab-8.9-10

Injil Matius 9:32-38

"Setelah setan diusir, orang bisu itu dapat berbicara..." Mat 9:33

(Et eiècto daemònio, locùtus est mutus...)


Menakutkan. Bukan! Katakan saja ia sebenarnya adalah roh manipulatif. Yang bikin tak berdaya segala yang 'tegar dan gagah perkasa.' Semuanya jadi sunyi senyap. Kehilangan daya dan percaya diri dalam mengusung nilai.


SETAN 'berdaya dalam mamon.' Akhirnya lidah pun jadi terkatup rapat. Tak berdaya lagi bicara tentang 'banyak hal miring. Penuh timpang.' Iblis dapat bernafas dalam takhta, kuasa, pangkat serta jabatan. Maka di situ ketidakadilan semakin liar bertumbuh. Kekumuhan hidup jadi mengental. 


IBLIS pun bergemuruh dalam  gelegar suara memperalat Tuhan. Dan di situ kekerasan, darah dan air mata dihalalkan. Sebab, diyakini, Tuhan pasti jadi lebih agung dan besar, saat kita membelaNya dalam kebringasan. Singkirkan segala 'yang dianggap kafir, laknat dan najis.'


DAN iblis pun hadir dalam hari-hari kita yang  teramat sederhana. Saat  sesama dibuat jadi bisu. Lemah tanpa kata. Sebab ia merasa disudutkan. Terhakimi tanpa ampun. Tanpa jedah. Di situ ia memang tak berdaya hadapi arogansi verbal bertubi-tubi. 


IBLIS menutup kran air bening cinta, belaskasih, pengampunan, kebebasan, rasa percaya  diri dan kemerdekaan isi jiwa. Tetapi ia sekian boros membiarkan deras mengalir air keras dalam kata dan sikap yang menindas.


TETAPI, dalam Yesus, Tuhan, iblis jadi tak berdaya. Orang bisu itu kini dapat kembali berkata-kata. "Setelah setan diusir" (Mat 9:33).  Orang itu tentunya segera alami kemerdekaan kata. Terbitlah kebebasan di ruang hatinya. Sebab hati, mulut serta lidahnya telah jadi 'kawasan aman dan nyaman dari teror diabolik.'


TAK ada ketidakbebasan  yang paling menyayat, selain 'segala isi hati dan pikiran sesama dipasung.' Sebab kita anggap diri sendiri sebagai segalanya. "Sesama dipaksa mendengar! Diatur-atur sesuai alur hati dan otak kita." 


PRAKTEK  kolonial terhadap akal budi sesama masih saja terjadi. Sebabnya, itu tadi, merasa diri punya akal yang teramat cemerlang. Mari kita halau dan singkirkan segala debu iblis yang 'bikin sesama mati kutu tak berdaya.' 


DAN mari kita hormati 'kemampuan hati dan pikiran sesama dalam bicara.'  Walau dalam kata hati yang paling sederhana sekalipun. Sebab semua kita berkerabatan dalam kemanusiaan.


Bukankah demikian?


*Verbo Dei Amorem Spiranti*


Tuhan memberkati.

Amin

Posting Komentar

0 Komentar