Header Ads Widget

Renungan Harian KATOLIK : BILA kita bersalah terhadap sesama, maka rendah hati mohon ampun mesti jadi kekuatan

Jumat, 15 Juli 2022



(Pekan Biasa XV, St Bonaventura, St Vladimir)
Bacaan I Yesaya 38:1-6.21-22.7-8
Mazmur Tanggapan Yes 38:10.11.12abcd.16
Injil Matius 12:1-8
"...tentu kalian tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah"
Mat 12:7
(...numquam condemnassetis innocentes)

KESALAHAN telah jadi sisi redup dalam hidup. Anda tentu pernah bersalah. Demikianpun saudaramu sendiri. Kesalahan juga jadi bagian dari hidup sahabat, kenalan, anggota keluarga, dan orang-orang lain.

BILA kita bersalah terhadap sesama, maka rendah hati mohon ampun mesti jadi kekuatan. Demi bangkit kembali. Pulang kepada sesama. Sebab, kita mesti saling berangkulan kembali dalam KASIH. SAAT sesama bersalah kepada kita? Mengampuni menjadi panggilan injili yang menantang. Kita pun pasti berjuang membuka 'pintu maaf dan pengampunan.' Tidak sanggup kah untuk memaafkan?

TETAPI, ada hal lain yang diingatkan Yesus. Sekiranya orang-orang farisi tak gegabah jatuhkan vonis bersalah pada para murid. Ketika di suatu hari Sabat, para murid itu memetik gandum. Ini bukan tindakan berat sebagai bekerja. Hal ini semata-mata karena lapar murid-murid memetik bulir gandum dan memakannya (Mat 12:1). MENJATUHKAN vonis bersalah, terkadang jadi godaan besar. Kita bisa tak peduli lagi akan situasi 'mengapa.' Demi dapatkan satu jawaban luas, terbuka dan yang mumpungi. Itulah bila kita lebih berminat pada 'pernyataan dan penegasan di mana-mana akan kebersalahan sesama, ketimbangan mesti bertanya: apa sebab semuanya ini mesti terjadi?

SEKIRANYA sering semuanya tergantung aura kualitas relasi kita dengan sesama tertentu. Jika hati kita bersahabat, maka tentu kita berusaha pahami duduk perkara seluas dan sedalamnya. Sayangnya, sering kebencian dan ketaksukaan di hati sajalah yang tebalkan segera penilaian miring: 'Lihatlah! murid-muridMu melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat' (Mat 12:2).

BISA terjadi kita segera jatuhkan penilaian buruk dan tunjukan sikap miring pada sesama, pada tetangga, bahkan orang lain yang kita tahu hanya sepintas lintas. Iya, itu tadi, sebab yang divonis itu telah jadi simbol 'yang mengancam kenyamanan diri dan ambisi dari keinginan dan cita-cita dan kehidupanku.' TUHAN memang menuntut para farisi untuk memperluas jangkauan akal budi dan hati untuk tidak sekian mudah dan gesit menilai orang lain: "Apa yang dilakukan Daud dan para pengikutnya di Bait Allah saat mereka lapar; atau para imam yang melanggar pula ketentuan hari Sabat.' HIDUP kita yang sebenarnya mesti mengalir dalam damai dan kreatif sering terhenti pada keasyikan nimbrung untuk enteng jatuhkan vonis bersalah tanpa ampun pada sesama. Betapa tergodanya kita untuk lebih berminat pada sebuah hati 'ruang pengadilan' ketimbang sebuah hati sejuk 'ruang pengakuan dan pengampunan dosa.'

KITA bisa terlalu sibuk dan ketagihan untuk 'mempersoalkan orang lain.' Kapan dan di mana-mana saja. Sampai kita lupa akan sebuah hati kristiani untuk memahami secara benar dan mendoakan. Kita, dalam Yesus, memang tak pernah boleh kehilangan HARAPAN yang indah. Di kesementaraan hidup ini.

Verbo Dei Amorem Spiranti

Tuhan memberkati.
Amin



Pater Kons Beo,SVD

Posting Komentar

0 Komentar