Header Ads Widget

Renungan Harian KATOLIK; KEBERANIAN adalah tanda penguasaan akan diri sendiri untuk hadapi segala yang berbeda

 *Rabu, 25 Mei 2022*


GUA MARIA DI GEREJA PAROKI EKARISTI KUDUS KA REDONG,KEUSKUPAN RUTENG


Pater Konse Beo, SVD

(Pekan VI Paskah, St Bonifasius IV - Paus ke 67, St Gregorius VII - Paus ke 157, St Maria Madeleini Sophia Barat, St Maria Magdalena de Pazzi, St Venerabilis Beda)
Bacaan I Kisah Para Rasul 17:1.22 - 18:1
Mazmur Tanggapan 148:1-2.11-12ab.12c-14a.14bcd
Injil Yohanes 16:12-15

"Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu"

Kis 17:32

(Audièmus te de hoc iterum)


HADAPI sesama dengan hati tenang bukanlah satu perkara mudah. Apalagi bila berkenaan dengan isi pikiran dan sudut pandang yang berbeda. 


LEBIH rumit lagi jika mesti berhadapan dengan sesama, yang seluruh diri dan kehadirannya telah dianggap sebagai gangguan. Maka, kebencianlah menjadi tamu istimewa dalam hati. Sebab kita merasa tak nyaman akan segala variasi, perbedaan dan keistimewaan di luar diri kita.


YANG gemar akan segala bentuk kekerasan, entah fisik atau dengan kata-kata, ada seruan bijak: Hadapi sesama dengan keberanian jiwa besar dan hati teduh. Tanpa disergap kepanikan! Tanpa kegaduhan!


KEBERANIAN adalah tanda penguasaan akan diri sendiri untuk hadapi segala yang berbeda. Bahkan untuk hadapi 'segala yang menyakitkan sekalipun.' Hadapi dengan 'kepala tegak tapi tinju diturunkan!' Di situlah ada keadaban untuk singkirkan segala debu kekerasan.


ADA lagi nasihat sejuk dari  Atticus. Sebab katanya, "Coba sesekali berkelahi dengan isi kepalamu."Di situ ada kebebasan dari tekanan, pemaksaan, dan rupa-rupa kekerasan. Hal ini memang terasa berat. Sebab "isi kepala" banyak kali diterkam oleh kekuasaan dan kedudukan. Dilahap habis oleh mayoritas. Tanpa tersisa.


RASUL Paulus banyak kali mesti tinggalkan satu tempat menuju tempat lainnya. Tak mudah untuk berada terus pada sebuah 'arena sirkus penuh kekerasan.'  Tetapi, ia tak pernah berlari dari pewartaan akan KEBENARAN dalam Yesus, Tuhan 'yang bangkit dari alam maut.'


DALAM dunia yang makin tak terkendali oleh akal sehat dan nurani, iman sekalipun, oleh sekompok orang, bisa dicapai dengan semaian benih-benih kebencian. Agama bisa dibangun di atas petaka dalam aneka kekerasan. Lalu dirawat seterusnya dengan propaganda demi propaganda kelam.


TETAPI, di jalan keyakinan bersama Rasul Paulus, tetap ada harapan bahwa 'kasih dan damai' itu akan selalu berbuah. Jika bukan hari ini, tetap ada hari esok. Bukankah Dionisius dan Damaris adalah 'buah pesona iman dan damai' dalam perjumpaan dengan Paulus (cf Kis 17:33)?


*Verbo Dei Amorem Spiranti*


Tuhan memberkati.

Amin. Alleluia.

Posting Komentar

0 Komentar