Sorgum, salah satu jenis pangan lokal bergizi, tahan terhadap kondisi kering dan sangat baik dikonsumsi untuk mencegah kelebihan gula dalam tubuh. Tanaman ini dapat hidup di lahan kritis. |
Gentar dan Gelisah Bukanlah Ciri Hati dan Iman Kristiani
“Orang-orang yang menuntut kemurnian tetap akan cemas. Lama-kelamaan mereka
tak sabar. Kekerasan pun dijalankan: pemaksaan, pemisahan, pembersihan”
(G. Mohamad, sastrawan, penulis, intelektual, 1941).
Pater Kons Beo, SVD, ROMA, ITALIA |
Bible Corner, Pekan VI Paskah, Minggu 22 Mei 2022
Takut dan Gelisah itu
Manusiawi
Kita
semua sudah pada tahu. Dan bahkan telah alami pula. Tak ada
manusia yang luput dari rasa gentar dan rasa gelisah. Itulah keadaan hati yang
normal, wajar, dan biasa. Ada keyakinan umum: kita bukanlah malaikat.
Sebaliknya malaikat lah yang memberikan keyakinan dan keteguhan hati kepada
manusia: “Jangan takut!”
Tidak kah kita gelisah akan hari esok? Akan keadaan
kesehatan? Akan segala sesuatu yang kiranya dapat diandalkan sebagai jaminan
hidup? Bukan kah batin kita penuh gelisah akan banyak hal yang kita kejar dan
tumpuk sebagai cita-cita atau target pencapaian keinginan kita? Tidak kah kita
gentar akan reputasi serta segala pencitraan diri sekiranya tak diterima atau
kurang diakui oleh sesama?
Dalam amanat perpisahanNya, Yesus ingatkan para muridNya
akan sekian banyak hal yang bakal dihadapi
setelah ‘Ia pergi dan tiada dari antara mereka.’ Yesus pasti tahu akan
segala kerapuhan dan ketaksanggupan para muridNya. Dan semuanya itu bisa
menggiring mereka ke alam kegentaran dan kegelisahan.
Sebab itulah Yesus sekali lagi meneguhkan hati para
murid. Agar mereka sanggup menghadapi kenyataan hidup saat‘tanpa kehadiranNya.’
Mari kita renungkan
kata-kata peneguhan Yesus bagi para muridNya:
Pertama,
Yesus bicara tentang KASIH. Tanda bahwa para Murid mengasihi Tuhan adalah dengan
‘menuruti firmanNya.’ Ada sekian banyak nasihat, ajakan, perintah, dorongan,
kekuatan yang ditunjukkan Yesus kepada para murid. Semuanya itu menjadi inti
dan daya hidup bagi para murid.
Apa
yang mesti digentarkan oleh para murid, oleh Gereja (kita semua kita) saat
Kasih menjadi senjata utama dalam hidup? Kasih membuat
kita tak gentar dan gelisah untuk mengampuni. Untuk menggapai dunia asing dan
serba menantang. Sebab Kasih adalah kekuatan yang memberanikan kita untuk
menerobos bata-batas yang memisahkan manusia satu terhadap yang lain. Yakinlah!
Kedua, kata Yesus, “…tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus,
yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala
sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan
kepadamu” (Yoh 14:25).
Para murid, sekali lagi, terciri oleh kemanusiaan yang
rapuh. Apa yang diajarkan dan diperbuat oleh Yesus bisa saja sirna dalam
kelemahan, kegentaran dan kegelisahan! Tetapi Penghibur, Roh Kudus itu, akan
menjadi ilham ilahi yang menerangi jalan iman – harapan – kasih para murid.
Seperti
pula apa yang kita alami! Kita bisa saja dikaburkan oleh kenyataan suram dalam
ziarah hidup kita. Kecewa, putus asa, hilang kepercayaan diri atau tanpa
semangat dalam hidup bisa mendera kita. Tetapi, di dalam kata-kata Tuhan, kita
menaruh harapan akan Penolong, yaitu Roh Kudus. Dialah Pribadi Ilahi ‘yang
berada di samping’ diri kita. Untuk kembali membisikkan kata-kata dan seruan
peneguhan bercitra pengharapan.
Ketiga,
Yesus tegaskan kepada para murid bahwa yang Ia tinggalkan bagi para murid
adalah DAMAI SEJAHTERA! Keadaan damai seperti apakah yang diperjuangkan para
murid? Alam damai seperti apa kah yang kita perjuangkan di hari-hari dan zaman
ini?
Manusia
bisa saja menjadi teduh hati saat jaminan-jaminan kehidupan teratasi. Hati kita
jadi tenang saat harapan dan impian tiba pada kenyataan. Manusia bisa menjadi
puas ketika segala tuntutannya terjawab. Tetapi, tidak kah seringkali kita
sendiri tergelincir alam pikiran dan di dalam batin ketika ‘damai sejahtera’
itu terpolusi oleh ‘rasa puas yang merusakkan?’
Mari
kita ambil contoh nyata dalam kehidupan. Sekian banyak orang menjadi ‘puas
bahkan merasa damai di hati’ sebab telah berlaku kejam dan kasar terhadap
sesama. Praktek balas dendam penuh kekerasan mesti dilakoni untuk tiba pada
pernyataan “Sekarang baru aku puas!”
Damai
Sejahtera dalam Tuhan sungguh tertantang oleh ‘lakon-lakon kekerasan yang
diperagakan dalam varian sinetron atau tayangan publik.’ Dan tidak kah semuanya
ini menyedot atensi kita menuju ‘rasa puas dan sejuk’ bila ada tindakan
kekerasan demi balas dendam?
Mari
kita ulangi lagi akan usaha dan kreativitas kita sendiri yang sungguh membangun
relasi antar manusia! Ada sekian banyak kata-kata dan seruan demi harapan dan
dorongan kepada kehidupan yang asri. Demi membangun relasi yang harmoni, yang
rukun penuh kekariban, yang mempertebal rasa saling menghargai satu terhadap
yang lain.
Sayangnya,
tak jarang kita bisa terjebak dalam halusinasi kata-kata yang menikam jantung.
Sudah amat sering bahwa media sosial salah dipakai untuk ‘baku ambil kata yang
terasa ngeri mati punya.’ Selalu saja ada ‘saling serang dan buang kata-kata
penuh sinis, penuh hinaan dan penghakiman, penuh hasutan serta penuh
kebencian.’
Murid-murid
Yesus, kita semua, terpanggil di jalan Damai Sejahtera. Satu lintasan
perjalanan panjang yang menuntut kesabaran, ketengangan, pengorbanan dan
terutama kerendahan hati. Tetapi, apakah di dalam Yesus yang kita imani itu
nantinya kegentaran dan kegelisahan yang akan tampil sebagai pemenang? Tentu tidak!
Keempat,
mari kita renungkan kedalaman kata-kata Tuhan, “Aku pergi, tetapi Aku datang
lagi kepadaMu” (Yoh 14:28). Kapan kah Yesus akan
datang kembali dan hadir dalam kebersamaan para murid? Apakah dalam kisah-kisah
penampakan ketika Ia ‘datang dan hadir dalam kemurungan dan kesedihan hati para
murid yang sungguh merasa ditinggalkan?’
Yesus hadir dan tampakan Diri kepada para muridNya
setelah kebangkitanNya dari alam maut. Yesus, Tuhan, hadir
melalui penampakan itu untuk memberikan kekuatan bagi para murid. Tuhan menaruh
kembali harapan bagi para murid untuk ‘bangkit dan kembali berjalan sebagai
murid Tuhan.’ Tak hanya kepada dua murid dalam perjalanan menuju Emaus, tetapi
sekiranya semua muridNya tiba pada seruan, “Bukan kah hati kita berkobar-kobar
ketika Ia menjelaskan isi Kitab Suci dan memecah-meahkan roti?’ (Luk 24:32)
Di
ziarah hidup ini, sebagai murid Tuhan, kita ditantang untuk menangkap
‘kehadiran dan kembaliNya Tuhan.’ Kita terlalu rapuh dan lemah serta dikepung
oleh berbagai ketidakberdayaan. Tetapi, iman dan penyerahan diri kita akan
Tuhan pasti menyanggupkan kita untuk mengalami sungguh kehadiranNya. Yesus,
Tuhan, pasti selalu kembali dan hadir. Tetapi saat Tuhan, “Anak manusia itu
datang, adakah Ia menemukan iman di hati kita?” (cf Luk 18:8).
Akhirnya…
Dan
pada titiknya, kita mesti miliki keyakinan akan iman eskatologik itu. Tuhan
akan pergi untuk siapkan tempatkan bagi kita. Saatnya Ia akan kembali dan
membawa semua kita, agar “di tempat di mana Ia berada, kita pun berada” (cf Yoh
14:3). Di tempat itulah kita pasti akan mengalami Damai
Sejahtera ilahi. Untuk sepanjang segala masa. Sebab itulah apakah yang mesti
kita gentari dan mendatangkan kegelisahan di hati kita?
Verbo Dei Amorem
Spiranti
Tuhan
memberkati.
Amin
Alleluia.
0 Komentar